Dara Jingga
Menjelang matahari terbenam, Dara selalu meluangkan waktu untuk mengunjungi pantai yang ada di telapak tangannya. Pantai yang jauh dan sepi. Kembali Dara menjadi satu-satunya orang yang berada di sana. Dara yang kembali datang...
Burung-burung camar terbang saling berkejaran di atas pesisir yang berkilau kelabu kebiruan di cakrawala timur laut. Pantai yang tenang dengan berdenyut-denyut kapal nelayan dari kejauhan. Lanskap yang selalu menjanjikan bagi ingatan meski mudah pudar. Dara hanya berjalan menyusuri pantai seperti penghuni terakhir pulau. Tepat di bibir pantai Dara berdiri, menjajakan kaki pada air yang dangkal dan memainkan buih, kemudian melintasi terumbu karang.
“Apa yang kau pikirkan, Dara?”
Langit merah, gemuruh ombak, dan Dara yang menatap jauh di tepi pantai menerka ke arah laguna. Tak ada apa-apa di sana selain tebing tinggi, pohon tumbang, dan udara yang apak.
“Pantaimu, Dara, merupakan dunia yang tersendiri, wilayah takdir yang sunyi.”
Dara lantas melangkah lebih dalam, ia dekati deretan kerang-kerang putih bersinar dalam keremangan. Laut makin terhampar di hadapan Dara. Pasang dan surut, bangkit dan hancur seakan berjarak sejengkal di depan hidung. Ikan-ikan bermuculan dan kembali menyelam atau bersembunyi dalam terumbu karang. Makhluk-makhluk kecil yang lekas hilang ditelan satu gulungan ombak saja. Dara makin lepas memandang ke segala arah seraya menghirup nafas dalam dalam udara beraroma pohon kelapa; pohon bugenvil; anggrek hutan; dan kembang kamboja.
“Tapi, Dara, tengoklah ke belakang: Sepotong daratan itu adakah terlupakan sepenuhnya? Tidakah kau sejenak bayangkan apa arti kehilangan pulau kecil tersebut?”
Dara seakan iseng di bibir pulau antah berantah itu. Angin kini berembus jauh lebih halus di atas ombak yang meraung-raung. Dara bergidik. Tubuhnya bergetar menatap khatulistiwa dan kedalaman lautan tempatnya kekuatan-kekuatan yang mustahil dikekang. Imaji-imaji misteri, horor, hingga ngeri nyaris menjadi titik akhir imajiner. Keriuhan laut adalah sunyi yang sangat tajam. Alunan ombak, derik angin, dan litani tak putus dari riak naik mereda adalah harmoni yang menggentarkan dan mengerikan.
“Haruskah kau pulang, Dara, sementara sesungguhnya seluruh kejadian dunia ini sedang terjadi?”
Dara pun meninggalkan laut, bergegas kembali ia ke pantai, berlari kecil sebelum ombak pasang menenggelamkan bibir pantai. Hari mulai gelap dan laut juga perlahan mulai gulita. Dara tak mengerti apa pun tentang lautan, juga kita semua, selain panorama yang teramat luas dan lepas, riuh gemuruh yang tak berkesudahan dan ketenangan yang kekal.
"Aku mau kembali ke pantai, menanti seorang Kapten beserta awak kapalnya yang telah melakukan pelayaran sangat jauh."
Tidak salah lagi, Dara tengah menunggu sang penjelajah yang sudah berlayar dengan kapal yang sangat besar sampai ke ujung dunia. Ia adalah pelayar yang telah menerabas cakrawala dengan layar terkembang teramat gagah; petualang yang telah menjajak banyak kepulauan dengan menembus kabut tebal, dan yang dengan gesit mengangkat sauh di teluk berbadai.
"Aku masih mau di sini, menanti dan memercayai janjimu yang akan membawaku pergi dari sini,"