Highlight:
Kata-kata Chairil Anwar: “Mampus kau dikoyak-koyak sepi.”
Perspektif One Piece: Meskipun pembicaraan tentang One Piece didominasi oleh Zoro dan Luffy, kita dapat melihatnya dari sudut pandang lain yang jarang dieksplorasi oleh para penggemar.
One Piece sebagai Karya Fiksi: One Piece bukan hanya hiburan budaya populer, tetapi juga memiliki nilai filosofis dan puitis. Sebagai karya adiluhung, ia setara dengan karya-karya seperti Don Quixote dan karya-karya Franz Kafka.
Brook dan Kesepian: Brook, yang selamat setelah kehilangan seluruh kru Bajak Laut Rumbar, menghabiskan 50 tahun dalam kesendirian. Ia merasa sulit membedakan waktu dan terjebak dalam laju pelayaran tanpa arah.
Kekuatan Brook: Meskipun bukan karakter yang sering dibicarakan, Brook memiliki kekuatan untuk menanggung kesepian dan kehilangan yang luar biasa.
"Mampus kau dikoyak-koyak sepi" Begitulah kata Chairil Anwar. Dan tidak ada yang lebih mampus dikoyak kesepian selain Brook.
Percakapan One Piece saat ini benar-benar didominasi oleh Zoro dan kemudian berpusat pada Luffy. Semuanya adalah pembicaraan kekuatan, magisme buah iblis, atau grafik. Sebagai budaya populer, One Piece memang didominasi oleh itu semua. Salah? Tidak, tentu. Hanya saja, saya pikir One Piece bisa jauh lebih istimewa jika kita melihatnya dari sudut-sudut lain yang jarang dipijak oleh para penggemar.
Dan itulah yang saya lakukan. Saya tidak melihat One Piece dari perspektif teknis. Dalam aspek narasi, saya sepakat kalau One Piece adalah karya fiksi yang sangat luar biasa. Dalam hidup saya, One Piece adalah salah satu bentuk syukur. It was like thank God for making Eiichiro Oda alive. Bukan tanpa alasan, sebab saya lihat One Piece bukanlah karya budaya populer seperti yang dipaparkan dalam pemikiran Max Horkheimer. One Piece adalah karya adiluhung (fine art). Sebagai karya, One Piece layak bersanding dengan Don Quixote dan karya-karya Franz Kafka.
Jadi, selain menawarkan hiburan khas budaya populer, One Piece juga menyuguhkan pemikiran-pemikiran yang bernilai tinggi mutunya. Ia bisa sangat filosofis dan puitis. One Piece memang sebuah dunia yang penuh dengan imajinasi. Tetapi, dalam dunia yang antah-berantah itu sebenarnya kerap terselip diskursus realisme universal. Ada sesuatu yang sangat dekat yang juga turut menggemakan pengalaman nyata kita sehari-hari dalam kehidupan. Dan dari Brook, kita bisa melihat kalau One Piece merupakan sebuah karya eksistensialis.
Brook dalam kronik kesepian
Dalam video-video singkat di Instagram, Brook mungkin tak lebih dari sekadar seonggok tulang yang konyol dengan menggunakan afro. Yo-ho-ho-ho. Begitulah sosok tulang aneh itu ketika tertawa. Dibandingkan dengan karakter-karakter seperti Zoro atau Sanji hingga Robin dan Nami, Brook sangat underrated. Tetapi, saya berani bertaruh bahwa tidak ada yang lebih memahami apa artinya kesepian dan kehilangan selain dari Brook. Ia mempunyai pengalaman hidup yang sangat melelahkan dibandingkan dengan kru lain dari Topi Jerami. Dari segi kekuatan dalam mengalahkan lawan, kita boleh menyerahkannya kepada Zoro. Namun, dari segi kekuatan dalam menanggung kesepian dan kehilangan, kita mesti memberikan seluruh panggung kepada Brook.
Setelah semua temannya mati, Brook menghabiskan hidupnya selama 50 tahun dalam kesendirian. Brook mengingat ketika 50 tahun itu ia merasakan betapa sulitnya membedakan kapan fajar terbit dan terbenam. 50 tahun hidup dalam kabut tebal dan semua tampak sama baginya. Setelah kehilangan kemampuannya untuk mengemudikan kapal, Brook hanya hanyut tanpa tujuan. Ia hanya bisa menunggu dalam laju pelayaran tanpa arah.
Brook awalnya adalah seorang musisi dan kapten kedua dari Bajak Laut Rumbar. Dia memiliki penampilan unik sebagai kerangka hidup yang dapat berjalan dan berbicara, akibat memakan Buah Iblis Yomi Yomi no Mi. Buah ini memberinya kesempatan untuk hidup kembali setelah kematiannya. Namun, kebangkitan ini datang dengan harga yang sangat mahal. Seluruh kru Brook, termasuk dirinya sendiri, terinfeksi penyakit mematikan. Dalam upaya untuk menjaga janji mereka kepada seorang paus bernama Laboon, kru Brook merekam lagu terakhir mereka dan meninggalkan catatan untuk Laboon. Sayangnya, Brook adalah satu-satunya yang bertahan hidup setelah mengonsumsi buah iblis tersebut.
Di saat itulah hari-hari sepinya dimulai. Meski berhasil kembali hidup, namun ia merasa kalau hidupnya lebih serupa lubang besar yang menganga. Kosong. Hampa. Ia nyaris tak melihat kesempatan untuk menunaikan harapan dan janji kawan-kawannya itu. Ia terjebak dalam kapal berhantu yang dikelilingi mayat teman-temannya yang sudah menjadi tulang belulang. Ia sepi sendiri selama 50 tahun di tengah lautan luas tanpa teman atau keluarga. Itulah yang ia telan dalam kehidupan. Brook benar-benar mengutuk kesempatan kedua hidup.
Yang ia inginkan hanyalah mati. Ia hanya melihat ketakutan setiap harinya dan kesepian yang sangat panjang sehingga tiada lagi yang lebih berarti selain kematian. Tubuh jangkung yang hanya berbalut tengkorak itu merasakan beban yang luar biasa berat. Satu-satunya teman Brook dalam 50 tahun itu hanyalah kenangan akan masa lalu dan musik. Dua hal itulah yang membikin Brook menolak kalah dari kesunyian. Dalam ketidakpastian yang penuh dengan kecamuk kecam horor dan sunyi, Brook pada akhirnya memilih bertahan dan terus menggempur mentalnya dengan ketabahan bahwa suatu hari nanti ia akan kembali bertemu dengan Laboon.
Orang bilang kalau yang sudah berlalu biarlah berlalu. Namun, kenangan bisa menjadi alat yang ampuh untuk bertahan hidup. Brook memperagakan bahwa kenangan, meski itu pahit, adalah sesuatu yang sangat berharga. Kehilangan teman-teman terdekatnya dan menyaksikan kematian mereka satu per satu meninggalkan luka mendalam dalam hatinya. Brook sering kali merenung tentang masa lalunya. Ia merindukan kehangatan persahabatan dan kebahagiaan yang pernah ia alami. Lagu-lagu yang ia mainkan dengan biolanya menjadi satu-satunya pelipur lara dalam 50 tahun kesunyian. Musik menjadi jembatan yang menghubungkan Brook dengan kenangan manis masa lalu sehingga terus merawat semangatnya untuk melanjutkan hidup.
Meski Luffy merekrut Brook sebagai pemusik dalam kapal, namun bagi Brook musik lebih dari sekadar hobi atau profesi. Musik adalah sumber penghiburan dan sumber tenaga untuk menghadapi kesepian. Melalui nada dan lirik, Brook mampu mencurahkan perasaannya, menuntaskan kesedihan dan kebahagiaan dalam irama-irama yang ia mainkan. Dengan musik itulah Brook terus menghidupi janjinya pada Laboon. Musik menjadi mercusuar kehidupan dalam hidupnya yang diliputi kegelapan dan kesendirian yang tak berujung.
Brook benar-benar merupakan definisi ketahanan merawat asa dan kekuatan menghadapi kesepian. Meskipun mengalami kehilangan dan kesepian yang sangat curam, Brook tidak pernah menyerah. Ia menyerahkan eksistensinya pada harapan untuk kembali bertemu dengan Laboon. Selalu ada harapan di ujung jalan. Dan harapan yang ada di ujung jalan Brook adalah Luffy dan teman-temannya.
Ketika ia bertemu dengan Luffy dan diajak untuk bergabung dengan kru Bajak Laut Topi Jerami, hati Brook dipenuhi dengan kebahagiaan yang luar biasa. Pertemuan dengan orang-orang luar biasa seperti Luffy dan teman-temannya memberikan makna baru dalam hidup Brook. Dengan penuh rasa syukur, Brook mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Luffy dari lubuk hatinya yang terdalam. Pertemanan dan persahabatan yang tulus mampu memberikan cahaya dalam kegelapan, memberikan arti dalam hidup yang panjang dan penuh tantangan. Brook, dengan segala kesepian dan ketakutannya, menemukan kembali makna hidupnya melalui persahabatan dengan Luffy dan kru Bajak Laut Topi Jerami. Luffy dan kawan-kawan datang dan kemudian membebaskan Brook dari perjuangan separuh abad melawan kesepian. Sungguh cerita yang menyentuh. Thank God for making Eiichiro Oda alive!
Apa yang Brook lakukan
Brook bisa keluar dari siklus kesepian berupa perasaan isolasi sehingga ia bebas dari perasaan tegang dan sedih. Brook bisa menerima bahwa kesepian adalah kondisi yang normal. Kesepian bukan aib. Loneliness makes us human. Pada dasarnya, hampir semua orang pernah merasakan kesepian pada suatu titik dalam hidupnya. Kesepian adalah pengalaman universal manusia. Kesepian merupakan suatu komponen fundamental dari menjadi manusia. Jadi, menolak dan mengelak dari kesepian adalah hal yang sia-sia. Dan Brook menangkap itu.
Brook mengerti bahwa kesepian telah menjadi pendamping hidupya sehingga ia pada akhirnya terbiasa setelah mencapai beberapa bentuk penerimaan. Brook paham, ia tak bisa mengubah fakta bahwa kesepian adalah bagian dari hidupnya dan mengubah haluan pemikiran untuk menemukan cara menghadapinya serta mengatasi perasaan sedih yang selalu melandanya. Oleh karena itu, ia bangkit, menjalani hari, dan mengingat bahwa tantangan terbesarnya mungkin terus berusaha mengalahkan Ryuma dan berjalan-jalan dari satu ruang ke ruang kapal yang tetap hening, kemudian memainkan musik atau melakukan hal-hal konyol. Itulah langkah pertama Brook menuju penerimaan dan pemahaman akan kesepian yang ia alami.