Mencatat Isaac Netero
Netero adalah sosok yang berani menyederhanakan hidup. Meski baru menyelesaikan anime-nya saja, saya rasa mantan pimpinan Hunter X Hunter itu memang mengabdikan hidupnya untuk latihan dan belajar hingga menjadikan kekuatan fisiknya nyaris tak masuk akal. Semenjak penampilan pertamanya yang digambarkan sebagai kakek tua konyol dan urakan, Netero jelas sekali telah mengatasi beribu kerumitan. Ia merupakan pelari tak kenal lelah dalam menyederhanakan kehidupan demi sebuah panggilan untuk berani menjadi sederhana. Setelah menjadi pelari ulung, pengguna Nen terkuat ini pada akhirnya menjadi penari sejati “yang mampu mendengarkan irama jiwanya sendiri”, meminjam ungkapan Nietzsche.
Kesederhanaan
Dari kesederhanaan itulah Netero memang layak disebut sebagai suatu keajaiban. Dari awal, Netero tampil dengan pakaian seadanya saja. Bahkan, dalam pertarungan dahsyat melawan Meruem, outfit Netero seakan tak mencerminkan petarung di medan pertempuran. Nyaris membikin ngakak. Akan tetapi, Netero nyaman dengan itu. Dewa tetaplah dewa. Yang paling mencolok lainnya, jelas sekali kalau Netero menjalani hari-harinya dengan santai. Ungkapan perasaannya disampaikan dengan ceplas-ceplos. Jujur. Netero tak takut dengan itu, apa lagi takut terlihat bodoh atau membosankan di mata orang lain. Sebagai manusia dalam dunia Hunter X Hunter, ia sudah berada di level yang berbeda. Damai batinnya, tenang pikirannya. Tak ada lagi apa pun yang dapat mengganggu bagi orang semacam itu. Segala yang ada dalam hidup seperti kebiasaan, ide, dan kewajiban telah berkesesuaian dengan dirinya. Dan itulah yang dinamakan dengan kematangan sejati.
Maka dari itu, saya melihat pertempuran Netero lawan Meruem bukan lagi persoalan menang dan kalah mengerahkan kemampuan Nen. Bagi saya, pertarungan dua ciptaan di luar nalar ini merupakan sesuatu yang eksistensial, entah itu dari sudut pandang Netero atau Meruem. Dari sudut pandang Netero, pertarungan termasyhur adalah persoalan eksistensialis dalam dimensi kematian, sementara itu persoalan eksistensialis dalam dimensi kehidupan bagi Meruem. Bagi saya, Netero lebih filosofis, lebih mampu membikin bulu kuduk berdiri.
Menurut saya, jauh sebelum berduel dengan Meruem, Netero sudah mengetahui hasilnya. Jika Hyakushiki Kannon saja mampu membuat Zeno Zoldyck ketar-ketir, maka Netero tak bakal menyimpan kartu as berupa Miniature Rose dalam menghadapi Raja Semut Chimera itu. Netero melihat Meruem sebagai penutup yang indah ketimbang sesuatu yang menakutkan dan mematikan. Tak ada ketegangan dan tekanan bagi Netero kendati tubuhnya sudah tercabik-cabik oleh kekuatan absurd Meruem. Justru sebaliknya. Kekalahan Netero (kalau itu memang kekalahan) lebih serupa penyelesaian kedamaian batin dalam upaya merengkuh kebahagiaan hakiki. Meruem melengkapi kehidupan Netero dengan sesuatu yang lebih bermakna dan memuaskan.
Oleh karena itu, menurut saya, Netero tidak lagi memandang Netero sebagai musuh dalam konteks mafia Sisilia. Dalam detik-detik nafas terakhirnya, Netero memandang Meruem sebagai kawan dalam konteks Nietzchean.
Perkawanan
Friedrich Nietzsche secara mendalam menggali konsep perkawanan dalam karyanya yang terkenal, Maka Berbicaralah Zarathustra atau Sabda Zarathustra (bahasa Jerman: ''Also sprach Zarathustra: Ein Buch für Alle und Keinen juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai Thus Spake Zarathustra''). Dalam tulisan tersebut, Nietzsche menyoroti nilai persahabatan sebagai jalan untuk mengatasi kesepian dan melampaui batasan diri.
Pertama-tama, Nietzsche menekankan pentingnya persahabatan dalam mengatasi kesepian. Dalam pengalaman pribadinya, Nietzsche merasakan kesepian yang mendalam sebagai seorang pertapa yang hidup tanpa teman sejati yang dapat berbagi pemikirannya. Dari sini, Nietzsche menyadari bahwa persahabatan adalah obat yang ampuh untuk menyembuhkan rasa kesepian yang melanda hati manusia.
Selanjutnya, Nietzsche menggambarkan bahwa seorang sahabat tidak hanya sekadar teman, tetapi juga musuh. Sahabat sejati, bagi Nietzsche, adalah seseorang yang mampu menghadirkan pertentangan yang membangkitkan pertumbuhan spiritual bagi kawannya. Dengan demikian, persahabatan bukan hanya sekadar hubungan antara dua individu, tetapi juga merupakan arena di mana pertarungan gagasan dan keyakinan terjadi.
Nietzsche menegaskan bahwa persahabatan adalah sarana di mana komitmen, kekuatan, dan keberanian diuji. Baginya, persahabatan bukanlah sekadar kerja sama atau kongkow semata. Tetapi lebih dari itu, persahabatan adalah panggilan untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual.
Perburuan Ideal
Dan itulah yang terjadi pada Netero. Ia merupakan pengguna Nen paling gagah. Barangkali yang terkuat di antara yang terkuat sebelum kedatangan Meruem. Akan tetapi, di situlah permasalahannya. Menjadi yang terkuat hingga tiada yang sepadan membuahkan kesepian. Bukankah ketika apa yang kita inginkan telah tergapai lantas apa yang harus kita lakukan? Gol D. Roger memilih menyerahkan diri kepada Angkatan Laut setelah ia berhasil berlabuh di Pulau Laughtale; Joker bukanlah siapa-siapa tanpa Batman; kemudian hanya Hashirama yang Madara inginkan; sementara itu Gojo Satoru dan Ryomen Sukuna kerap galau karena kesendirian dan kehampaan. Mereka adalah orang-orang yang sendirian di atas puncak gunung. Menjadi yang tertinggi sekaligus menjadi tersendiri. Barangkali begitulah yang juga dialami Netero. Tak ada musuh artinya tak punya kawan. Dengan demikian, menghadirkan Meruem kepada Netero, juga sebaliknya, adalah narasi yang tepat. No story without opposition.
Setidaknya, Gon dan Killua sedikit mengobati kebosanan Netero sesaat sebelum ujian Hunter mereka dimulai. Saat momen tersebut, saya paham bahwa apa yang Netero lakukan dengan Killua dan Gon adalah momen berbagi dan bukan unjuk gigi walaupun pada akhirnya Killua menyadari bahwa butuh 100 tahun lagi agar mereka bisa memenuhi tantangan Netero. Jadi, dalam pandangan saya, Arc Chimera bukan hanya tentang Gon. Malah, bagi saya, Arc Chimera ada untuk menyelesaikan Netero dengan baik. Saya tidak tahu apakah Yoshihiro Togashi ini tidak matang dalam mempersiapkan Arc Chimera sebab saya kurang sreg atas proses penghadiran Meruem dan koleganya. Bagaimanapun hal tersebut memang harus dijalankan oleh sang mangaka.
Saat face-to-face dengan Meruem, jelas sekali kalau Netero seakan dilahirkan kembali. Musuhnya kali ini bahkan melampaui sepadan. Oleh karena itu, ia tak lagi sendiri di puncak Himalaya. Pertarungan Netero ini adalah silang dan saling kekuatan hingga pada akhirnya menjadi aksi berbagi pertumbuhan diri dan spiritual. Saya masih harus mengikuti lanjutan kisah besutan Yoshihiro Togashi ini. Namun, sejauh ini, bagi saya, perburuan Netero ini adalah perburuan yang sangat menggairahkan.