Mencatat Itachi Uchiha
Seorang anak kecil di medan perang. Dia menyaksikan bagaimana kunai terbang menembus dada dan pedang-pedang berlumuran darah. Semenjak itu dia mulai memikirkan perang, berusaha memaknai apa makna dari nyawa yang direnggut. Di waktu lain, di kampung halamannya, Konoha, sang ibu memberi kabar bahwa dia sebentar lagi akan menjadi kakak. Belum usai dengan arti kematian, dia dihadapkan pada arti sebuah kehidupan. Perang, kematian, dan kehidupan menjadi perenungan yang panjang baginya.
Dia adalah Itachi, seorang anak kecil yang sudah punya jalan pikiran seperti hokage; seorang anak kecil yang sudah punya gaya berpikir seperti filsuf. Tidak hanya itu, di usia yang masih mentari, dia juga sudah bergulat dengan pemikiran apa intisari suatu desa atau negara. Dan menariknya, dia dapat mengatasi kegelisahan-kegelisahannya yang terlalu cepat itu. Tentang kematian dan kehidupan, Itachi menyimpulkan bahwa kehidupan adalah kematian, dan sebaliknya. Tentang negara, Itachi mengatasi kegelisahannya itu dengan pengabdian.
Syahdan, di usia sebelas tahun, Itachi sudah menjadi anggota Anbu. Pada awalnya, dia disambut dengan keraguan anggota lainnya. Wajar, memang. Itu seperti berusaha memercayai bagaimana bisa seorang anak dengan usia sebelas tahun menjadi anggota CIA. Barangkali para anggota yang meragu itu tidak akan heran seandainya mereka tahu bahwa, di jauh-jauh hari, Itachi sudah mampu melumpuhkan seorang Anbu. Biarpun dibantu oleh rekannya, Shisui, tapi kita tahu bahwa Itachi melakukan duel satu lawan satu dengan seorang Anbu. Itachi menundukkan kunoichi terbaik itu dengan waktu yang relatif singkat, yang tentunya bukan karena keberuntungan, namun karena kecerdasan bertarung di atas rata-rata, hasil latihan, dan bakat alamiahnya yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Terlepas dari itu, di bawah naungan Hatake Kakashi, yang saat itu menjadi ketua Anbu, Itachi dapat diterima dengan mudah sebagai anggota. Sang ketua mengetahui Itachi saat itu bukanlah anak kecil biasa (di samping loyalitas Kakashi yang tidak pernah meragukan apa pun keputusan hokage, termasuk memutuskan Itachi menjadi anggota Anbu).
Sebagai anggota Anbu yang paling muda, Itachi dapat menyelesaikan misi-misinya dengan baik. Kita tahu bahwa misi ANBU adalah misi-misi dengan peringkat paling tinggi dan berbahaya. Di situ saya memang tidak melihat Itachi sebagai anak kecil pada umumnya, melainkan seperti melihat seorang elite petarung dengan IQ di atas rata-rata. Ya, Itachi kecil mengingatkan lagi, “Don’t judge a book by its cover“. Itachi kemudian dipuji oleh para petinggi Konoha. Tentu, keluarganya pun bangga atas prestasi Itachi karena dianggap telah mengharumkan nama klan, Uchiha. Itu sudah pasti. Kita tahu bahwa Uchiha memiliki sejarah khusus di Konoha. Inilah yang menjadi awal kisah Itachi yang membuat saya tertegun: desa dan klan.
Uchiha dalam Konteks Sejarah
Klan Uchiha disebut sebagai suatu klan yang mewarisi spirit Indra. Di dalam cerita, Indra dianggap sebagai salah satu tokoh antagonis yang terlibat pertempuran dengan adiknya sendiri, Ashura. Karena kehausannya terhadap kekuatan, Indra mengkhianati harapan ayahnya sendiri, Hagoromo. Indra tidak menggunakan chakra sebagai alat untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang. Di lain pihak, Ashura adalah sosok yang polos dan tidak jarang pula melawak.
Bagaimanapun, Ashura sangat setia kepada ayahnya dan sangat menghargai orang lain. Dia tidak terlalu peduli terhadap chakra dan lebih memilih berhubungan baik dengan orang lain. Atas dasar itulah Hagoromo mewariskan kekuatannya kepada Ashura. Indra mengetahui keputusan ayahnya itu dan kemudian memberontak dengan cara merusak desa dan menyerang ayahnya sendiri. Pada awalnya, Ashura berusaha menyadarkan bahwa tindakan kakaknya itu sangat keliru. Namun, Ashura terpaksa meladeni kakaknya sendiri karena dia tetap bersikeras untuk menghancurkan impian maupun cita-cita ayahnya dan orang lain.
Pertarungan saudara pun tidak terelakkan. Indra meyakini kekuatan dirinya sendiri dan Ashura meyakini kekuatan persaudaraan. Dan ambisi Indra itu dapat dikalahkan oleh keyakinan Ashura bahwa chakra semestinya digunakan untuk melindungi orang lain. Pada akhirnya, Indra dapat ditaklukkan. Akan tetapi, semangat Indra itu turun di dalam diri Uchiha Madara. Sejarah kembali terulang, direpresentasikan oleh Madara dan Hashirama. Watak Madara tidak jauh berbeda dengan Indra: terlalu percaya kepada diri sendiri dan haus terhadap kekuatan. Faktanya, Madara mempunyai peran penting dalam dunia shinobi dan sejarah Konoha. Madara sempat memiliki impian dan cita-cita yang sama dengan Hashirama. Madara sempat menjadi orang yang baik, namun tidak lama. Setelah adiknya dibunuh dalam perang – yang dilatarbelakangi ego klan – oleh klan Senju, Tobirama, adik dari Hashirama, Madara seketika berubah menjadi monster destruktif yang penuh rencana jahat.
Bagaimanapun, Madara yang jahat dapat diredam oleh Hashirama. Sejarah kembali menceritakan bahwa kekuatan Hashirama yang berangkat dari semangat kepentingan bersama dapat mengalahkan kekuatan Madara yang berangkat dari kepentingan pribadi, kepentingan ego klan. Semenjak itu, klan Uchiha dicap sebagai klan yang dapat menyebabkan kekacauan.
Alhasil, klan Uchiha diperlakukan khusus oleh para petinggi Konoha. Biarpun klan Uchiha mengisi peran penting di era Sandaime, yakni sebagai polisi, namun klan Uchiha terus-menerus diawasi dan bahkan mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Misalnya, Danzo, salah satu petinggi Konoha, menempatkan geografi tempat tinggal klan Uchiha di sudut desa. Perlakuan-perlakuan tidak adil atas klan Uchiha itu sebenarnya merupakan buntut dari permasalahan klan Uchiha dan desa yang lebih besar. Di masa pemerintahan Tobirama, hokage kedua, bahkan Tobirama sendiri menaruh banyak kecurigaan terhadap klan Uchiha. Bukan tanpa alasan, Tobirama menyaksikan sendiri bagaimana klan Uchiha berbuat kekacauan di era kakaknya, Hashirama. Sebagai hokage ketiga, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Sarutobi untuk mempertahankan perdamaian desa.
Kita tahu bahwa Sarutobi adalah pemimpin yang sangat menghindari kekerasan, apalagi pertumpahan darah sesama saudara sendiri di desa Konoha. Kita tahu itu ketika klan Uchiha memutuskan untuk melakukan pemberontakan sampai kudeta. Akan tetapi, Danzo sangat menentang keputusan Sarutobi untuk menempuh jalan damai dengan klan Uchiha. Saat itu Danzo memberikan perintah langsung kepada Itachi untuk membantai klan Uchiha, klannya sendiri.
Shinobi Ideal
Saya tidak terlalu mengetahui apa sebenarnya arti klan bagi Itachi itu sendiri. Namun, menurut saya, Itachi adalah seorang yang telah melampaui pikiran politik-identitas, semacam klan. Di situ saya akan membantah kalau keturunan Uchiha selalu memiliki kebanggan yang berlebihan atas klannya sendiri. Saya kira, Itachi menganggap garis keturunannya sebagai seorang Uchiha hanyalah kebetulan. Itachi tidak pernah menolak maupun menerima klannya. Itachi tidak pernah membangga-banggakan kebesaran Uchiha seperti ayahnya sendiri. Biarpun begitu, Itachi mencintai keluarganya atas nama kemanusiaan sehingga dia bisa mencintai mereka yang bukan Uchiha dengan cara yang sama.
Menariknya, kita menganggap bahwa klan Uchiha mewarisi sifat antagonis Indra. Akan tetapi, anggapan itu dapat dibantah lewat Itachi. Saya berani katakan bahwa Itachi, sebagai klan Uchiha, mewarisi juga semangat Ashura dan Hashirama. Itachi tidak tergoda untuk memperoleh kekuatan sebanyak mungkin hanya demi kepentingan pribadi dan klan. Dari Itachi, kita bisa membantah informasi yang diberikan Tobirama bahwa klan Uchiha adalah klan terkutuk yang dituntun roh jahat ketika mereka kehilangan apa yang mereka cintai. Seorang Uchiha, kata Tobirama, akan menjadi monster yang mengerikan ketika mereka mendapatkan realitas yang tidak sejalan dengan keinginan, harapan, dan cita-cita mereka. Sebagai seorang Uchiha, Itachi tidaklah demikian.
Sedari kecil, Itachi sudah membentuk pola pikirnya sendiri, yakni mengutamakan kemaslahatan bersama dan menjaga perdamaian negara. Bagi saya, Itachi adalah sosok yang mempunyai pemahaman dan perspektif yang jernih atas kehidupan. Oleh karenanya, Itachi tidak terperosok ke dalam lembah dendam seperti halnya Madara, dan bahkan seperti adiknya sendiri, Sasuke. Tentu, Itachi juga tidak terjerembab ke dalam pikiran yang terkotak-kotak, ke dalam pikiran pendek hitam-putih, pikiran biner, pikiran ke-aku-an. Bisa jadi, bagi Itachi, itu semua adalah ilusi yang menyebabkan persepsi seseorang menjadi keliru atas kehidupan. Dan saya setuju ketika Itachi mengatakan bahwa banyak manusia yang hidup dengan persepsi yang keliru dalam kehidupan. Masalah rasisme, politik identitas akut, fundamentalisme, fanatisme, kepentingan dekaden partai, adalah salah satu contoh ilusi yang dipercayai seseorang sehingga mereka pun hidup dalam persepsi yang keruh.
Menurut Itachi, kehidupan adalah ilusi. Setiap orang menciptakan ilusinya masing-masing. Dari ilusi-ilusi itu kemudian timbul persepsi yang berfungsi menuntun orang-orang menjalani kehidupannya. Dengan begitu, kita bisa katakan bahwa ilusi yang diciptakan Itachi adalah ilusi yang jernih: kemaslahatan bersama, kepentingan khalayak ramai, dan perdamaian. Di situlah Itachi mempunyai persepsi-persepsi yang memancarkan kebaikan dan manfaat. Itachi mendapatkan ujian yang sangat berat atas itu semua. Dia dihadapkan pada fakta tentang kudeta klannya terhadap desa dan pemberangusan klan Uchiha yang akan dilakukan oleh Konoha.
Kita tahu memang ada adegan ketika Danzo mencoba menghasut Itachi untuk membantai klan Uchiha. Itachi memang mengamini itu. Akan tetapi, hasutan Danzo itu sebenarnya tidak terlalu berarti. Menjaga perdamaian desa itu sendirilah yang menjadi alasan kenapa malam tragedi pembantaian klan Uchiha itu terjadi. Bagi saya, itu adalah momen yang sangat ironis: mencegah peperangan dengan cara pembantaian. Bagaimanapun, itu adalah cara satu-satunya untuk menghentikan peperangan antara klan Uchiha dengan desa Konoha. Terlepas dari itu, kita bisa melihat kesetiaan Itachi pada apa yang dia yakini. Mungkin apa yang telah Itachi lakukan itu adalah bentuk kejujuran yang paling ekstrem. Setelah melenyapkan klannya sendiri, Itachi menjadi buronan paling dicari dengan tindakan kriminal yang tidak mungkin bisa dimaafkan. Kita semua tahu bahwa itu adalah tuduhan palsu yang mesti ditanggung oleh Itachi. Sampai sekarang, saya masih heran bercampur kagum tentang beban berat yang ditanggung secara bijaksana dan berserah oleh Itachi itu.
Bagi saya, Itachi adalah shinobi yang telah melampaui ke-shinobi-an. Itachi bukan hanya sosok shinobi ideal, namun juga contoh sosok yang dapat menjalankan keutamaannya sebagai seorang manusia: mempunyai pemikiran yang jernih dan kemampuan bertarung di atas rata-rata yang ditopang oleh bakat hebat yang sudah tertanam sejak lahir. Selain itu, kita juga bisa melihat Itachi sebagai bentuk kritik atas orang-orang yang hidup di zaman sekarang. Dengan kata lain, Itachi itu bukan hanya kritik bagi orang-orang Jepang yang begitu kental akan masalah klan, tapi juga merupakan kritik bagi siapa pun yang terjebak tidak sadar dalam kebodohan bernama fanatisme, rasisme, fundamentalisme, politik identitas, dan pikiran yang terkotak-kotak.