The Eternal Sunshine of The Spotless Mind: Apalah Artinya Hidup Tanpa Ingatan dan Kenangan?
Saya percaya film, tapi tidak dengan kata-kata motivasi. Mungkin mereka mengatakan, “Ada hikmah dalam pengalaman pahitmu. Jangan ditolak. Terima saja.” Dan mari jujur saja, kita tidak terlalu mengerti perkataan itu. Sementara itu, film mampu menyampaikan hal tersebut secara sangat menakjubkan. Biar esensinya sama, namun cara film bekerja tidak seamatiran kata-kata motivasi. Itulah yang akan kita bicarakan kali ini, yakni film The Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004).
The Eternal Sunshine adalah sebuah film yang mengeksplorasi habis-habisan tentang cinta, kenangan pahit, kehilangan, dan penyesalan. Sebuah situs terkenal Rotten Tomatoes memberikan film ini rating 92 persen, sementara itu Roger Ebert memberikan film ini penilaian 4/4. Kritikus film pun sepakat untuk memberikan the Academy Award pada 2005 untuk film ini untuk kategori Best Original Screenplay dan Best Editing, sementara itu pemeran Kate Winslet dinominasikan sebagai Best Actress. Di samping permainan sinema yang luar biasa, salah satu keistimewaan film ini adalah alurnya yang menantang penonton untuk tetap terjaga sebab kita mesti semacam menggabungkan puzzle di tengah gerak narasinya yang acak. Yang terpenting, tema utama penghapusan ingatan dalam film ini disajikan dengan efek-efek visual yang sangat kreatif dengan teknik-teknik editing tingkat tinggi.
Plot
Agaknya film ini, saya pikir, termasuk dalam kategori film yang berat untuk ditonton. Pasalnya, film ini memiliki plot yang kompleks dan tidak linear. Singkatnya, The Eternal Sunshine adalah film yang mengisahkan dua orang yang dilanda manis dan pahitnya cinta. Mereka adalah Joel Barish (diperankan oleh Jim Carrey) dan Clementine Kruczynski (diperankan oleh Kate Winslet). Kisah cinta mereka sebenarnya tidak terlalu istimewa. Bertemu di tengah jalan, berkenalan, menjalin hubungan, bertengkar, dan kemudian berpisah. Klasik. Akan tetapi, perpisahan membuat mereka jadi dua manusia yang absurd. Bagaimana tidak, Clementine memutuskan untuk menghapus ingatannya tentang Joel setelah hubungan mereka kandas. Pada titik itulah film ini menyuguhkan cerita menarik. Clementine menemui sebuah perusahaan bernama Lacuna yang memberikan jasa hapus ingatan dengan prosedur yang jelas sekali merupakan science fiction.
Singkatnya, Joel jadi semakin galau sebab mengetahui kalau Clementine ternyata telah memupus ingatan tentang dirinya. Dengan kesadaran yang ambruk, Joel pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama seperti dilakukan Clementine. Di tengah prosedur penghapusan ingatan tentang Clementine, Joel tiba-tiba meradang seiring dengan hilangnya satu per satu ingatan tentang Clementine. Pada akhirnya Joel menyadari bahwa dia masih mencintai Clementine. Klimaks cerita pun menampilkan perjuangan Joel dalam mempertahankan ingatan tentang Clementine. Di sisi lainnya, Joel pun tersentak karena salah satu karyawan Lacuna telah memanfaatkan keabsurdan Joel dan Clementine untuk kepentingan pribadinya sendiri. Adapun latar cerita film ini hampir sepenuhnya bermain dalam ingatan masa kini dan masa lalu Joel, dengan kronologi yang acak. Film ini berakhir dengan scene di mana Joel dan Clementine bertemu kembali setelah ingatan mereka raib. Uniknya, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan lagi satu sama lain, dengan kesadaran penuh bahwa mereka mungkin akan kembali menyakiti kembali satu sama lain. Agaknya film ini benar-benar menantang apakah kita akan menjadi lebih bahagia jika kita memang mampu melupakan pengalaman pahit kita di masa lalu.
Judul yang Sangat Indah
Sebagaimana buku, saya pun kerap menimbang-nimbang film dari judulnya. Saya percaya, judul yang bagus adalah salah satu tenaga yang menarik pembaca/penonton. The Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Judul yang, menurut saya, earcatching. Setelah ditelusuri lebih jauh, tidak mengherankan kenapa judul film ini sangat menarik. Ia merupakan salah satu bait puisi, yang saya pikir tidak cukup terkenal, dari salah satu penyair besar asal Inggris, ialah Alexander Pope. Ia merupakan tokoh yang tentunya sudah tidak asing di telinga anak-anak sastra, khususnya sastra Inggris. Adapun bait yang kemudian dijadikan judul film oleh Michel Gondry dan ditulis oleh Charlie Kaufman, berdasarkan cerita Gondry, Kaufman, dan Pierre Bismuth ini adalah salah satu bait dalam puisi Alexander Pope berjudul "Eloisa to Abelard".
Sementara itu, puisi "Eloisa to Abelard" ini merupakan puisi yang ditulis oleh Alexander Pope berdasarkan kisah nyata dari kisah cinta tragis dua pasang manusia yang menjadi korban kengerian cinta. Kisah cinta ini terjadi pada abad ke-12. Dua pasangan yang dipaksa berpisah oleh keadaan di mana si laki-laki mesti dikebiri dan si wanita dipaksa menjadi biarawati. Puisi ini ditulis dari sudut pandang traumatik Eloisa terhadap Abelard. Eloisa sangat frustasi atas konflik batin mencekam yang ia rasakan dalam menjalin hubungan dengan Abelard. Penuh penyesalan dan harapan-harapan yang amblas. Eloisa bergelut dengan keinginan yang sangat keras untuk melupakan segala hal tentang Abelard dalam hidupnya dan berharap kedamaian dan kebahagiaan yang kekal. Eloisa begitu terobsesi untuk melenyapkan ingatannya tentang Abelard agar ia bisa merengkuh kebahagiaan.
Pada titik itulah relevansi film ini dengan puisi “Eloisa to Abelard” karya Alexander Pope ini. Dengan kata lain, film yang dinamakan oleh American Film Institute sebagai salah satu Top 10 Films 2004 ini mengembangkan ide penghapusan ingatan Eloisa dan konsekuensinya. Adalah “sinar fajar yang kekal (the eternal sunshine)” yang diharapkan Joel dan Clementine dari usaha absurd mereka dalam menghapus ingatan imbas dari kegalauan hebat di antara mereka. Di sinilah film ini akan memberikan tamparan yang sangat menyadarkan. Ingatan adalah sesuatu yang teramat sangat berharga; kenangan adalah sesuatu yang membentuk kita sekarang, tak peduli apakah itu ingatan kelam atau kenangan hitam. Sampul film ini memberikan suatu ungkapan yang menarik untuk disimak. “Kau bisa menghapus seseorang dari pikiranmu. Tapi, menghilangkannya dari hatimu adalah cerita lain." Dan memang seperti itulah yang terjadi di antara Joel dan Clementine. Film ini sangat telak sekali dalam menyampaikan bahwa keinginan untuk menghapus ingatan tentang seseorang adalah bentuk dari pelarian dan penyangkalan (denial) yang sangat amatiran. Ingatan atau kenangan, sebetapa juga pahitnya, layak untuk diingat atau bahkan dilestarikan. Ingatan dan kenangan adalah suatu hal yang sangat esensial dan krusial, sekali lagi, meski itu menyakitkan. Itulah yang membentuk Anda dan saya seperti sekarang.
Struktur narasi yang nonlinear
Tidak cukup lama bagi penonton, setidaknya bagi saya sendiri, untuk mendapati kebingungan ketika menonton film ini. Alur ceritanya nyaris berputar arah dengan kronologi adegan-adegan yang dalam pandangan pertama tampak tak berkaitan. Lengah sedikit saat menonton film ini akan menimbulkan disorientasi. Makin Anda fokus, makin Anda tertarik untuk terlibat dalam pengalaman Joel saat menjalani prosedur penghapusan ingatan. Tak pelak lagi yang ada justru Anda akan mempertanyakan ingatan Anda sendiri sehingga Anda pun pada akhirnya menarik benang merah antara ingatan dan kenangan Anda dengan identitas, kepribadian, hingga perangai Anda seperti sekarang.
Tentu saja ada semacam ironi dan tragedi. Bagaimana tidak, Anda sebagai penonton bisa mengetahui hasil akhir dari hubungan Joel dan Clementine. Juga ada paradoks. Scene awal film yang Anda saksikan dalam film ini lebih tepatnya merupakan awal mula kehancuran. Alih-alih menyebutnya sebagai momen-momen menggemaskan, namun sebenarnya itu merupakan genderang pembuka horor antara Joel dan Clementine. Manis dan pahit di waktu yang bersamaan. Tapi seperti itulah cinta: kehendak berkhianat atas prinsip dasar hukum logika. Hilang akal, hilang pikiran. Menghidupkan, tapi juga mematikan. Keindahan yang brutal, tentu saja. Joel dan Clementine tidak menyadari hal itu. Akan tetapi, scene-scene romantis dalam arus pikiran Joel itu ada juga semacam harapan atau potensi baik dari hubungan mereka. Menonton film ini, saya merasa, seperti menyaksikan karnival spektrum emosi yang penuh warna hingga serba-serbi nuansa kompleksitas, seperti kebahagiaan, ikatan batin, rasa saling memiliki, kebosanan, hingga pekik kebencian, kekuatan, kelemahan, amarah, tawa, kegembiraan, dan kengerian di antara Joel dan Clementine. Dan bagian yang paling mind-blowing dari film ini adalah kemungkinan “kekembalian abadi”, meminjam istilah pemikiran Nietzsche. “Kekembalian abadi” dalam film ini berupa pengulangan kegagalan sebagai akibat dari keinginan rendahan penghapusan ingatan. Joel dan Clementine boleh saja berhasil menumpas ingatan mereka, namun itu tidak dengan pengulangan takdir siklus mereka. Hati mereka menolak penghapusan. Clementine tetap mengental dalam hati Joel. Kebebasan yang didapat dari penghapusan ingatan tidak mereka manfaatkan untuk memutus siklus manis-getir hubungan mereka. Respons Joel dan Clementine ketika mendapatkan catatan Lacuna membikin bingung, saya tidak tahu apakah saya terharu atau justru keki.
Ah, sudahlah. Lebih baik Anda tonton saja film ini sendiri. Selamat menonton!